disclaimer : Postingan ini pure opini, dan keresahan gue terhadap prilaku sebagian muslim. Tidak bermaksud menyama ratakan, hanya memberi gambaran. Argumen-argumen ini diharapkan dapat menjadi friendly reminder, kepada agen-agen muslim diluar sana, tentang bagaimana sebaiknya kita menyampaikan hal-hal baik dan mengajak pada kebaikan dengan cara yang baik, agar dapat diterima baik juga. Karna informasi dan himbauan yang tujuanya sebaik apapun, akan sia-sia kalau tidak diterima dengan baik oleh orang lain.
This is what i have in mind for such a long-long time ago. Sejak gue SMA, dan memutuskan untuk benar-benar berjilbab. Dari SMA sampai sekarang jilbab gue masi selembaran, masih di bentuk macam-macam, dan kadang belum menutup dada, gue masih gokil-gokilan sama sahabat-sahabat cowok, dan masih punya pacar bahkan sampai sekarang. I won't deny the fact that jilbab seharusnya bukan selembar kain saja, ada tanggung jawab besar yang kemudian datang bersama komitmen memakai jilbab, gue sadar akan hal itu.
Gue sendiri masih terus belajar, dan berusaha membiasakan diri, untuk tampil sebagaimana mustinya (sesuai syariat). Tapi memang, hal itu sulit. Kalau diibaratkan ya.. sebuah perjalanan panjang. Bahkan sampai saat hati benar-benar mantap mengenakan jilbab, ada berbagai macam kejadian yang melatar belakangi keputusan besar itu. Definitely! it's a big deal for me.
Begitu pula orang lain, kita tidak bisa memakai parameter diri kita, untuk mengukur perjalanan orang lain. Mungkin lo mengalami perjalanan indah dari sleman ke gunung kidul, lancar, aman, cepet karna naik mobil. Tapi orang lain mungkin harus naik motor panas-panasan, ban nya bocor, hampir nabrak. Dan ekstrimnya sebagian lagi jalan kaki kesana. Meski tujuan nya sama. prosesnya beda-beda. Semua orang tanpa terkecuali pasti sampai pada titik balik kehidupanya.
Gue punya banyak teman akrab yang tingkatan religiusnya dari teri sampai kakap. Yang giat kajian, dan pengurus organisasi keislaman, mereka fun, dan gue senang sekali sharing-sharing sama mereka masalah agama, karna gue-pun fakir ilmu..
But then again... ada aja orang yang super salty, kalo liat orang-orang macem gue gini. Sering dapet omongan nyinyir dibelakang seputar jilbab dan lingkaran pergaulan gue,
ada yang lebih ekstrim dengan nyindir-nyindir gue di media sosial.
Tidak salah mengajak pada kebaikan, dan gue-pun tidak menghakimi mereka yang berpakaian sesuai dengan ketentuan. Tapi yang kurang baik adalah ketika kamu merasa sudah setingkat diatas orang lain, sehingga mudah mengkafir-kafir kan orang lain. Naudzubillah.
Di akun instagram gue, gue sempat berbagi pandangan gue mengenai orang-orang semacam ini, ternyata sebagian besar bisa relate dan pernah juga mengalami. Hal ini benar-benar membuat resah.
Nabi Muhammad SAW saja mengatakan bahwa islam itu damai, dan selalu berdakwah dengan cara yang lembut. Gue selalu goosebumps denger cerita tentang beliau, dimana beliau menyuapi seorang kafir yang buta, yang terus mencaci maki beliau. Hingga akhirnya sang buta sadar dan mengucap syahadat, buah dari kelembutan dan kesabaran beliau.
Sebagai agen-agen muslim, yang terjun langsung di masyarakat, hendaknya kita menampilkan sisi tersebut, santun, ramah, dan tidak judgemental. Bayangkan betapa sedihnya kalau kita mendapat perlakuan diskriminatif dari seseorang yang tidak seiman dengan kita, tapi lebih sakit lagi kalau mendapat perlakuan seperti itu dari orang yang sama-sama mengimani ajaran Al-Quran, yang juga menyembah Allah, dan merindukan rasul-rasul-Nya.
Seorang teman, berkata "lebih baik sakit diingatkan daripada sakit dicambuk dineraka". Betul, tapi bagaimana orang yang diingatkan itu akan tergerak hatinya kalo approach nya aja dari awal sudah kasar, terkesan melecehkan bahkan terdengar seperti kecaman :
Jadi, seorang kakak senior datang bercerita tentang pengalamanya. Seorang pegawai ditempat ia magang, mendatanginya dan tiba-tiba menceramahinya, mengeluarkan sebuah dalil mentah-mentah dihadapanya, dan memberinya kecaman, "pilihanya cuma 2 : kamu sebagai muslim ikuti semua ajarannya, sepenuhnya. atau tinggalkan saja kalau memang tidak bisa mengikuti semua ajaranya".
Kalau dianalisis, mari kita berasumsi bahwa niat si bapak baik, mengajak pada kebaikan. Tetapi cara yang ia gunakan sama sekali tidak benar. Alih-alih kakak senior gue tergerak, justru dia jadi merasa terhina dan trauma. Belum lagi dalil "berpakaian tapi telanjang" yang langsung dilontarkan oleh si bapak terhadap senior gue. Bukanya dalil tersebut tersampaikan makna nya dengan baik, justru membuat senior gue merasa dilecehkan.
hal ini seperti menjustifikasi tindak kekerasan atau terorisme.
membenarkan tindakan barbar yang dilatar belakangi keyakinan terhadap suatu ajaran (apapun agamanya).
Bagaimana caranya kita menunjukan bahwa kita adalah umat beragama yang santun dan cinta damai kalau perlakuan kita terhadap saudara seiman saja sudah seperti itu?
urusan internal harus dibenahi terlebih dulu. As i would say. Sikap mental positif antar umat seagama harus ditumbuhkan terlebih dahulu.
Setelah gue minta izin ke senior gue untuk berbagi ceritanya, dan ia mengizinkan. Ada banyak tanggapan yang masuk ke gue. segelintir bahkan juga pernah mengalami hal serupa
Sekali lagi, ini bukan salah syariat, ataupun ajaran islamnya, tapi kitalah sebagai penganutnya, perantaranya, sebagai media transfer knowledgenya. Yang harus sadar, bahwa setiap orang punya perasaan, bukan masalah baper (re : bawa perasaan) tapi ini masalah etika. Cara orang menerima dan men-digest sebuah informasi akan berbeda.
Not to mention, ketika lo akan menyampaikan sesuatu ke orang yang lo gak kenal atau baru kenal. Bahkan ke orang yang sudah akrab pun ada tata cara yang baik menyampaikan kritik dan saran.
Apalagi kalau tujuan kita berdakwah mengajak pada kebaikan.
bukankah sebaiknya kita mencicipi kata-kata yang akan kita lontarkan terlebih dahulu? kalau ada cara yang baik kenapa harus dengan cara yang tidak baik? sebuah catatan bagi diri sendiri dan siapapun yang membaca postingan ini, semoga kita selalu menginspirasi orang dengan cara-cara yang santun.
Bukan kapasitas kita menilai tingkat keimanan seseorang, diterima atau tidaknya suatu amalan
itu adalah urusan Allah SWT. Sama sekali bukan urusan kita.
akhir kata, terimakasih sudah membaca
semoga mendapat syafaatnya
dan semoga kita menjadi agen muslim sejati yang santun,
yang baik, sehingga bisa menggerakan hati sesama kita menjadi pribadi yang
lebih baik.
Aaamiiiin Allahuma aaaamiiiiin.